Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal: Kumpulan Esai Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia
Keterangan Bibliografi
Penerbit | : INSISTPress |
Pengarang | : Fandy Hutari |
Kontributor | : |
Kota terbit | : Yogyakarta |
Tahun terbit | : 2017 |
ISBN | : 978-602-0857-45-9 |
Subyek | : Tradisi-tradisi musik |
Klasifikasi | : 782.6 Fan h |
Bahasa | : Indonesia |
Edisi | : 2 |
Halaman | : 14 x 21 cm; xviii + 246 |
Pustaka Pilihan | : |
Jenis Koleksi Pustaka
E-Book Buku
Abstraksi
PADA 2007, masyarakat Indonesia gempar. Pasalnya, tersiar
kabar bahwa salah satu kesenian tradisional asal Ponorogo, Jawa
Timur, reog diklaim sebagai kesenian asli Malaysia.
Api kemarahan timbul di mana-mana. Protes berlanjut ke
demonstrasi besar-besaran di depan Kedutaan Besar Malaysia di
Jakarta. Kabar yang beredar, Malaysia mengklaim reog dengan
nama barongan. Namun, setelah kemarahan ada di mana-mana,
akhirnya pemerintah Malaysia melakukan klarifikasi.
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia saat itu, Datuk Zainal
Abidin Muhammad Zain buka suara. Ia membantah bahwa
pemerintahnya mengklaim reog sebagai warisan budayanya.
Sebelumnya, lagu “Rasa Sayange” juga sempat
menimbulkan polemik kala ada berita Negeri Jiran mengklaim
lagu daerah asal Maluku itu. Polemik berakhir pada November
2007. Menteri Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Budaya
Malaysia saat itu, Rais Yatim mengakui “Rasa Sayange” adalah
milik Indonesia.
Bangsa kita memang kaya akan seni dan budaya. Negara
tetangga, yang kebudayaannya identik dengan kita, terkadang
“memanfaatkan” kedekatan itu dengan cara klaim. Marah
PRAKATABuku ini tidak diperjualbelikan.
viii • FANDY HUTARI
memang wajar, ketika merasa harga diri kita diinjak-injak.
Namun, apakah kita perlu marah berlebihan, jika kita, sebagai
bangsa, tak peduli pada seni, budaya, dan sejarah sendiri?
Bukankah pemerintah kita sendiri terkadang abai dengan
masalah ini, hanya sibuk mengurusi politik.
Seakan berulang-ulang, kita kerap tersulut jika sudah
ada sesuatu yang mengusik, tapi tak pernah menjaga dan
memeliharanya dengan benar. Kalau mau berpolemik, bukankah
lagu kebangsaan Malaysia, “Negaraku”, mirip dengan irama
lagu “Terang Boelan”, sebuah lagu milik perusahaan rekaman
Lokananta. Hal ini pun sempat memanas pada 2009. Malaysia
diancam somasi. Namun, Malaysia bisa saja melakukan protes
balik, seperti yang kita lakukan kala tersiar kabar reog atau “Rasa
Sayange” diduga diklaim.
Terlepas dari itu, bukankah segala kesenian dan kebudayaan,
serta sejarah itu tetap milik kita? Seni, budaya, dan sejarah tetap
hidup di sini, di bumi Indonesia. Jika sebatas klaim, mereka tak
bisa meniru “keaslian” seni, budaya, dan sejarah yang mengakar
di negeri kita, bukan?
Beberapa tahun lalu, sempat pula memanas perkara rendang
yang juga diklaim Malaysia. Kalau kita mau membuka catatan
sejarah, sebenarnya proses membuat rendang mirip dengan
teknik bafado, yang diciptakan kebudayaan Indo-Portugis
beberapa abad silam. Hal ini tersirat dalam buku Jejak Rasa
Nusantara karya sejarawan Fadly Rahman.
Menurut Fadly, rendang ternyata terkait erat dengan
kebudayaan Luso-Asia (Indo-Portugis) yang menjalar di
Malaka pada abad ke-16. Ia menulis, proses memanaskan
daging berulang kali hingga kering dan tahan lama, sembari
mengaduknya hingga teksturnya menghitam dan mengerasBuku ini tidak diperjualbelikan.
HIBURAN MASA LALU dan TRADISI LOKAL • ix
dalam kuali tertutup rapat dan sedikit air sangat identik. Lalu,
siapa yang terlebih dahulu mengadopsi teknik kuliner ini? Boga
Minang atau Portugis?
Dari sini saya menyimpulkan, setiap kebudayaan memiliki
pengaruh dari kebudayaan bangsa lain. Lantas, kebudayaan
tersebut diadaptasi menjadi sebuah produk yang melekat
sebagai identitas bangsa lainnya. Coba kita perhatikan sejarah
teater. Bukankah teater modern kita pun “meniru” budaya asing?
Cikal-bakal teater modern di Indonesia dibawa oleh Indo-Prancis
bernama August Mahieu pada 1891. Ia membentuk kelompok
bernama Komedi Stamboel, yang mengangkat kisah-kisah 1001
Malam.
Terlepas dari semua itu, buku ini mencoba mengangkat
khazanah sejarah, seni, dan budaya, meski dalam lingkup yang
masih kecil. Awalnya, buku ini sudah pernah diterbitkan oleh
penerbit yang sama pada 2011 lalu. Buku ini menghimpun
sejumlah artikel saya yang pernah dimuat di media cetak dan
online. Ada 25 judul artikel yang saya sertakan. Beberapa artikel
baru, terbit pada 2011 hingga 2017. Sejumlah artikel yang ada di
buku sebelumnya, saya ganti.
Alasan saya mencopot beberapa artikel dan menggantinya
dengan terbitan artikel baru, karena artikel di buku terdahulu
sudah terpublikasi lama.Kedua, saya merasa artikel-artikel tadi
terlalu lokalitas. Ketiga, soal sumber dari situs internet yang
saya rujuk, sudah banyak yang tak eksis lagi. Hal ini juga terkait
dengan kevalidan sumber yang pernah saya dapatkan
Inventaris
# | Inventaris | Dapat dipinjam | Status Ada |
1 | 2463/H1/2023.c1 | Ya |