Indonesia Emas Berkelanjutan 2045: Kumpulan Pemikiran Pelajar Indonesia Sedunia Seri 2 Kebudayaan

Keterangan Bibliografi
Penerbit : LIPI Press
Pengarang : Adrian Perkasa & Diandra Pandu Saginatari
Kontributor :
Kota terbit : Jakarta
Tahun terbit : 2021
ISBN : 978-602-496-207-4
Subyek : Kebudayaan cabang ( subculture)
Klasifikasi : 306.1 Adr i
Bahasa : Indonesia
Edisi : 1
Halaman : 2021. xvi + 253 hlm.; 14,8 × 21 cm
Pustaka Pilihan :
Jenis Koleksi Pustaka

E-Book Buku

Abstraksi

Kemerdekaan politik sebuah bangsa tidak secara otomatis membebas-
kannya dari nilai-nilai kolonial yang masih bercokol di berbagai bidang,
mulai dari sosial, ekonomi, hingga kebudayaan. Pernyataan tersebut
bisa dilihat dalam berbagai kajian kebudayaan (cultural studies),
khususnya yang meneroka fenomena pascakolonial (post-colonial)
(Ashcroft dkk., 1998). Kondisi ini sesungguhnya telah diantisipasi
oleh para pendiri bangsa kita, termasuk Bung Karno. Dalam pidato
peringatan kemerdekaan tahun 1964, Bung Karno menegaskan bahwa
sebagai bangsa merdeka Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki
sendiri dalam bidang ekonomi, bebas dalam politik, dan berkepriba-
dian dalam kebudayaan (Sukarno, 1965, 587).
Oleh sebab itu, perumusan isu–isu kebudayaan Indonesia
merupakan suatu strategi penting untuk mencapai Visi Indonesia 2045
yang telah dicanangkan oleh Presiden pada tahun 2016. Di dalam
visi tersebut, Indonesia yang telah merdeka 100 tahun diharapkan
mampu menjadi suatu negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur
sebagaimana yang termaktub dalam naskah pembukaan UUD 1945.Buku ini tidak diperjualbelikan.
2
Di dalam background study Visi Indonesia 2045 yang telah dibuat
oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas)
disebutkan beberapa butir pikiran terkait kebudayaan Indonesia.
Butir-butir tersebut meliputi kemajemukan, toleransi, dan kohesi
sosial; globalisasi dan identitas budaya bangsa; otonomi dan identitas
kedaerahan; gotong royong sebagai identitas budaya bangsa; hubung-
an kebudayaan dan pembangunan; manusia sebagai subjek dan aktor
pembangunan; pembangunan dan kapabilitas manusia; pembangunan
inklusif melawan marginalisasi sosial; serta pembangunan, moderni-
sasi, dan transformasi sosial (Kementrian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas, 2019).
Pentingnya kebudayaan bagi bangsa Indonesia setidaknya telah
dimafhumi sejak fase awal terbentuknya kesadaran untuk membentuk
suatu bangsa (nation) lebih dari seratus tahun yang lalu. Setidaknya
pada suatu masa yang disebut masa pergerakan saat organisasi pionir
kebangunan bangsa Indonesia, Boedi Oetomo, sejak awal berdirinya
telah memikirkan masalah-masalah kebudayaan. Meskipun demikian,
para aktivis pergerakan awalnya hanya memiliki visi sebatas kelompok
etnisnya karena konsep kebangsaan Indonesia masih belum terce-
tuskan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu motor organisasi
tersebut, Goenawan Mangoenkoesoemo yang menyatakan bahwa:
Kami tidak berani mengajak orang-orang Sumatera, Manado, Ambon,
dan banyak orang lain yang mendiami kepulauan Hindia ini dan yang
hidup di bawah naungan bendera Belanda untuk bekerja sama…
Apakah yang kita ketahui mengenai orang- orang yang sekepulauan
ini? Mereka, seperti kita, juga memiliki sejarah sendiri, kebudayaan
sendiri. Namun, sedikit sekali yang kita ketahui mengenai kebudayaan-
kebudayaan mereka. Dan mungkin sekali kebudayaan-kebudayaan itu
sangat berlainan daripada kebudayaan kita. Mungkin juga mereka
mempunyai cita-cita, keinginan, aspirasi, yang juga berbeda dengan
cita-cita kita. (Mangoenkoesoemo, 1918, 11–12)
Pemupukan kesadaran sebagai suatu bangsa yang satu ikut
berkembang selaras dengan berbagai gerakan di bidang kebudayaan.Buku ini tidak diperjualbelikan.
Dekolonisasi Kebudayaan dan ...3
Salah satu gerakan besar dalam bidang kebudayaan pada paruh
kedua hingga ketiga abad kedua puluh adalah diselenggarakannya
berbagai kongres terkait kebudayaan di banyak daerah. Seperti yang
diungkapkan pada salah satu pembicara dalam kongres kebudayaan
pertama yang diselenggarakan di Indonesia, yakni pada tahun 1918
bahwa:
Untuk membangkitkan kesadaran terhadap kebudayaan sendiri itu
ke seluruh wilayah, maka pengajaran dan pengkajian sejarah bangsa
merupakan sarana yang terbaik, terkuat, dan terpenting. Untuk sebuah,
nation atau bangsa, juga untuk perorangan atau individu, tuntutan
pertama adalah mengenal dirinya sendiri sehingga mereka memiliki
perangai, watak (karakter), dan mendapatkan kembali rasa percaya diri
kembali setelah kehilangan selama berabad-abad. (Muhlenfeld, 1918,
35)
Dari yang awalnya hanya terbatas membahas budaya dan bangsa
Jawa, pembicaraan kongres kebudayaan dari waktu ke waktu me-
nunjukkan pergerakan ke arah kebangsaan yang tidak hanya sebatas
suatu etnis, tetapi bangsa Indonesia. Pada kongres kebudayaan ber-
ikutnya di Bandung pada tahun 1921 disebutkan bagaimana momen
diadakannya kongres tersebut yang merupakan momentum yang
baik dalam rangka pembentukan dan pengembangan kebudayaan
nasional Indonesia. Disusul pada kongres berikutnya di Surabaya pada
tahun 1926 yang dinyatakan dengan ide serupa bahwa kebudayaan
berkembang kuat pada saat suatu bangsa sedang berada dalam kondisi
yang kuat. Saat itulah merupakan momentum yang tepat untuk
menyadarkan bangsa Indonesia akan potensinya. Sebagaimana yang
disebutkan oleh Soewardi Soerjaningrat (yang kemudian bergelar Ki
Hadjar Dewantara), nasionalisme budaya atau cultural nationalism
merupakan senjata penting bagi bangsa Indonesia untuk menunjuk-
kan kekuatannya di mata dunia. Pada masa penjajahan, tentu ekspresi
kebudayaan merupakan alternatif terbaik untuk menunjukkan iden-
titas suatu bangsa ketika aktivitas politik sangat terbatas.
Seperti yang dikemukakan Miroslav Hroch, dalam analisis
komparatifnya tentang formasi sosial di sejumlah negara di Eropa,Buku ini tidak diperjualbelikan.

 

Inventaris
# Inventaris Dapat dipinjam Status Ada
1 2455/H1/2023.c1 Ya