Iptek dan Masyarakat: Problematika Agrikultural di Indonesia
Keterangan Bibliografi
Penerbit | : LIPI Press |
Pengarang | : Thung Ju Lan |
Kontributor | : |
Kota terbit | : Jakarta |
Tahun terbit | : 2019 |
ISBN | : 978-602-496-043-8 |
Subyek | : Teknologi umum |
Klasifikasi | : 604 Thu i |
Bahasa | : Indonesia |
Edisi | : |
Halaman | : xii hlm. + 188 hlm.; 14,8 × 21 cm |
Jenis Koleksi Pustaka
E-Book Buku
Abstraksi
Pertanian merupakan bidang yang sangat penting bagi Indonesia
yang pada hakikatnya masih sebagai negara pertanian. Bidang ini
pun dipandang sangat vital jika mengingat pentingnya persediaan
pangan bagi penduduk Indonesia yang berdasarkan sensus penduduk
tahun 2010 mencapai 237,6 juta jiwa (BPS, 2018). Sayangnya, data
statistik menunjukkan menurunnya jumlah rumah tangga petani di
Indonesia dalam sepuluh tahun, dari ± 31 juta pada 2003 menjadi 26,5
juta pada 2013 (Munir, 2015). Selain itu, areal pertanian berkurang
karena alih fungsi lahan yang secara nasional sudah mencapai 100 ribu
hektare (Purnomo, 2014a)1
; padahal pada dekade 1980-an, Indonesia
pernah mengalami masa swasembada beras sehingga mendapatkan
penghargaan dari organisasi pangan dunia, FAO (Indonesia dan
swasembada pangan, 2009). Keberhasilan tersebut tidak terlepas
dari inovasi teknologi, khususnya benih padi varietas unggul dan
program-program pendukungnya, seperti program Panca Usaha Tani,
1 Menurut Adiratma (2004), pada 1983–1993 terjadi penyusutan lahan pertanian seluas 1,28
juta hektare yang sebagian besar terjadi pada lahan sawah beririgasi teknis dan semiteknis
di Jawa. Konversi lahan ini mengalami peningkatan pada 1994 sehingga pada 2000 tinggal
52% atau 2,6 juta hektare dari 5 juta hektare sawah beririgasi di seluruh Indonesia.
2 | Iptek dan Masyarakat: Problematika Agrikultural di Indonesia
Bimmas, dan Insus (Junaedi, t.t.). Saat ini, ketergantungan Indonesia
pada beras impor sangat tinggi, bahkan pada 2007 mencapai 1.293.980
ton (Syadullah, 2011). Jumlah ini meningkat setiap tahunnya hingga
pada 2011 dan 2012 mencapai 2,7 dan 1,7 juta ton (Mohamad, 2014).
Pada 2014, Indonesia mengimpor beras dari 5 negara, yaitu Vietnam,
Thailand, India, Pakistan, dan Myanmar (Aria, 2014). Kemudian
pada 2016, saat produksi padi dinyatakan melebihi kebutuhan dalam
negeri, Indonesia mengimpor 1,2 juta ton beras—meskipun diklaim
sebagai residu kontrak tahun 2015 (Idris, 2017). Pada 2018, dengan
dikeluarkannya izin importasi beras oleh Kemendag kepada Perum
Bulog, Indonesia akan mengimpor 500.000 ton beras (Putra, 2018).
Inventaris
# | Inventaris | Dapat dipinjam | Status Ada |
1 | 2428/H1/2023.c1 | Ya |